Selasa, 14 November 2017

orto kel 11 MAINSTREAMING



MAKALAH ORTOPEDAGOGIK
tentang
‘’MAINSTREAMING’’
 

Disusun Oleh :
Kelompok 11
NADYA OKTAFIANA          (17003142)
RISKI HIDAYATULLAH              (17003070)
WILDA NIATI                      (17003077)
ZUHRIYATI                                      (17003160)




PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017 





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C.     Tujuan................................................................................................ 2
BAB III PEMBAHASAN
A.    Pengertian mainstreaming................................................................. 3
B.     Faktor yang mendorong munculnya mainstreaming......................... 4
C.     Perkembangan mainstreaming.......................................................... 5
D.    Prinsip-prinsip mainstreaming.......................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................ 14
B.     Saran.................................................................................................. 14
 DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Mainstreaming dalam konteks pendidikan adalah praktek mendidik siswa dengan kebutuhan khusus dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kebutuhan yang mereka miliki. Ini berarti pendidikan khusus yang digabungkan dengan kelas reguler. Akses kekelas pendidikan khusus sangat bermanfaat bagi anak berkebutuhan khusus siswa yang memiliki kemampuan untuk belajar dengan guru pendidikan khusus, akan mengalami perbaikan selama masa sekolah.
Kata mainstreaming yang terkenal digunakan untuk mendeskripsikan proses pengintegrasian anak-anak berkebutuhan khusus kedalam kelas dan sekolah reguler. Pengintegrsasian dan inklusi juga didukung dengan menegaskan bahwa mendidik anak-anak penyandang kebutuhan dan anak normal bersama, dapat menumbuhkan sikap toleransi antar siswa.
Manfaat mainstreaming bagi siswa berkebutuhan khusus yaitu bahwasannya mendidik anak-anak berkebutuhan khusus bersama anak normal akan mempermudah akses kekurikulum umum untuk anak-anak berkebutuhan khusus.                                                                                                 Mainstreaming juga memberikan kemudahan berkomunikasi antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya. Dalam proses belajar pun siswa akan lebih peka terhadap kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.


B.  Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah tentang Mainstreaming adalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan Mainstreaming?
2.      Apa-apa saja faktor yang mendorong munculnya Mainstreaming?
3.      Bagaimana perkembangan Mainstreaming?
4.      Apa-apa saja prinsip-prinsip Mainstreaming?
C.  Tujuan
Adapun tujuan membahasa tentang Mainstreaming adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian Mainstreaming
2.      Untuk mengetahui faktor yang mendorong munculnya Mainstreaming
3.      Untuk mengetahui perkembangan Mainstreaming
4.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip Mainstreaming







BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Mainstreaming
Kata mainstreaming berasal dari ‘’mainstream’’ yang berarti masyarakat umum. Dalam bidang pendidikan khusus berarti menempatkan anak berkebutuhan khusus didalam kehidupan masyarakat umum atau sekolah umum, atau memberi kesempatan sebesar-besarnya kapada anak berkebutuhan khusus bersama teman-temannya yang tidak berkebutuhan khusus dengan fasilitas umum menurut kemampuan dan potensinya.
Turnbull dan Turnbull (1986) dalam Hewarde dan Orlansky (1988) mencatat, prinsip The Least Restrictive Environment mencegah pemisahan para siswa berkebutuhan khusus dari tempatnya yang tidak berkebutuhan khusus. Heron dan Skinner(1981) dalam Heward dan Orlansky (1988) menguraikan tentang The Least Restricitve Environtment sebagai :
Pengaturan pendidikan yang memaksimalkan kesempatan siswaa untuk merespon dan mencapai, mengizinkan guru pendidikan reguler untuk saling berhubungan dengan semua siswa dalam kelas, dan membantu perkembangan hubungan sosial yang bisa diterima antara orang yang tidak berkebutuhan khusus dengan para siswa yang berkebutuhan khusus.
Sapon-Shevin(1978) dalam Heward dan Orlansky(1988) menyatakan bahwa Mainstreaming tidak ditafsirkan untuk diartikan mengubah anak yang khusus sedemikian rupa sehingga ia akan cocok kembali kekelas reguler tanpa perubahan,tetapi lebih sebagai mengubah sifat alami kelas reguler sedemikian rupa sehingga lebih mengakomodasi bagi semua anak-anak.                                                Heron menawarkan suatu model decision-makin untuk meneliti permasalahan dan mengadaptasikan lingkungan kelas reguler untuk mengizinkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk berpartisipasi. Langkah pertama adalah untuk menggambarkan masalah. Langkah kedua untuk memutuskan apakah fokus primer interfesni harus diarahkan kepada perilaku anak atau perilaku guru.
B.  Faktor yang mendukung munculnya Mainstreaming
1. Faktor eksternal
a.   Undang-undang yang menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara,
termasuk kesamaan memperoleh kebebsan dan kesamaan memperoleh
kesempatan.
b.  Faktor filosofis, ditandai dengan prinsip normalisasi yang beranggapan
bahwa setiap bentuk layanan pendidikan, perawatan, bimbingan, rekreasi,   perumahan, pekerjaan, atau layanan lain bagi penyandang cacat harus      menjamin peran sosial mereka dan disediakan dalam lingkungan sehari-            hari yang normal.
c.   Faktor ekonomi dan politik
d.  Pendanaan penelitian besar-besaran tentang sekolah yang efektif dan
pembelajaran yang efektif dalam penyelanggaraan pendidikan khusus .
e.   Pembelaan para penyandang cacat dan keluarganya.


2.    Faktor internal
a. Kemajuan dalam metodologi dan teknologi pendidikan menyebabkan
pendidikan khusus disekolah umum lebih mudah dilaksakan.
b. Anak-anak yang semula dianggap tidak mungkin dapat dididik
disekolah umum ternyata berhasil dengan program pembelajaran yang
sama.
c. Batas antara pendidikan biasa dengan pendidikan khusus telah
dijembatani, dan kebijkan dan praktik-praktik Mainstreaming telah
menjamur.
d. Peran guru pendidikan khusus sebagai tenaga bantu tak berlangsung
menjadi  semakin berkembang, seperti dalam pengajaran tim, guru
konsultan, guru ruang khusus, atau dalam hubungan dengan orang tua
atau tenaga pendidik lain.
e. Semakin disadari bahwa ada banyak persamaan antara pendidikan
khusus dengan pendidikan biasa.
C.  Perkembangan Mainstreaming
1.  Masa  1900-1960
Pada awal abad XX, sekolah-sekolah umum di Amerika Serikat belum siap untuk meanmpung anak-anak luar biasa. Pendidikan disekolah menakankan pada penguasaan bidang akademik dasar, yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Urutan,kecepatan, dan proses belajar telah ditetapkan, dan setiap anak yang menyimpang tidak akan mampu mengikutinya sehingga akhirnya harus keluar.
Namun demikian, berbagai upaya pun muncul untuk menyediakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Beberapa program bagi anak dengan hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan kecerdasan, dan hambatan emosi  dibuka dalam bentuk sekolah-sekolah institusi atau panti. Tujuan program ini sebenarnya menyiapkan penyandang hambatan agar dapat belajar disekolah umum, tetapi tujuan ini tidak pernah tercapai, bahkan sekolah-sekolah ini kemudian berubah menjadi panti-panti penampungan.
Pada tahun 1910-an, beberapa sekolah umum dikota-kota besar memulai penyediaan layanan pendidikan bagi anak-anak dengan hambatan kecerdasan, meskipun undang undang belum mewajibkan hal itu. Yang diterima adalah meraka yang menyandang hambatan kecerdasan ringan, itupun dilayani secara terpisah dikelas-kelas khusus.
Sampai dengan tahun 1960-an, tidak ada perubahan sistem yang berarti.     Meskipun beberapa negara bagian memberlakukan wajib belajar bagi penyandang hambatan kecerdasan ringan, anak-anak ini tetap dilayani secara segregatif dikelas-kelas khusus. Pada tahun 1950-an, fasilitas pendidikan bagi penyandang hambatan fisik dan motorik juga telah dibuka, tetapi karena alasan-alasan mobilitas, bentuk sekolah khusus tampaknya lebih populer.
2.  Masa 1960-1970
Pendidikan segregatif dikelas-kelas khusus bagi penyandang hambatan       kecerdasan dan hambatan perilaku ringan yang populer ini mulai            dipertanyakan efektifitasnya pada tahun1960-an. Beberapa peneliti melihat            kemanfaatan penyelenggaraan kelas khusus dengan membandingkannya dengan anak-anak penyandang hambatan kecerdasan dan hambatan emosi ringan yang tetap berada dikelas biasa tanpa layanan khusus. Kedua kelompok tersebut ternyata tidak berbeda, berarti penyediaan layanan dikelas-kelas khusus tidak membawa manfaat sama sekali. Tulisan yang sangat berpengaruh sampai sekarang adalah tulisan Dunn (1968) dalam Sunardi (1996). Dengan mengutip hasil berbagai penelitian Dunn menekankan bahwa penyelenggaraan kelas khusus bagi anak hambatan kecerdasan ringan tidak dapat dipertanggung jawabkan dan harus dihapuskan. Satu hasil dari pengembangan ini adalah suatu model yang memungkinkan seorang anak untuk tetap berada dikelas biasa sebagian waktu belajarnya dan menerima layanan khusus sesuai dengan kebutuhannya. Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan Mainstreaming.
Perkembangan penting lainnya pada dekade 1960-an adalah dibukanya program pendidikan guru pendidikan khusus ditingkat perguruan tinggi, disediakannya dana secara besar-besaran untuk penelitian pendidikan khusus, dan munculnya kategori baru keluarbiasaan, yaitu berkesulitan belajar spesifik.
3.  Masa sejak 1970
Tahun 1970-an ditandai dengan beberapa keputusan pengadilan yang         memenangkan kelompok penyandang hambatan yang tidak memperoleh          layanan pendidikan yang layak disekolah umum. Setiap warga negara mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bebas disekolah umum, tidak melihat suku asal, agama, kelompok, ataupun hambatan.
Puncak kemenangan penyandang hambatan untuk memperoleh layanan pendidikan yang layaak adalah dengan diundangkannya Public Law 142 pada tahun 1975. Pokok-pokok yang termuat dalam undang-undang tersebut kemudian menjadi prinsip utama konsep Mainstreaming, yaitu:
a. Zero Reject (tidak ada seorang anak berkebutuhan khusus pun yang
ditolak untuk belajar disekolah umum).
b. Nondiscriminatory Evaluation (evaluasi non diskriminatif)
c. Individualized Educational Programs (program pengajaran individual)
d. Least Restrictive Environment (lingkungan yang paling bebas)
e. Parent Participation (keikut sertaan orang tua)
D.   Prinsip-prinsisp Mainstreaming
Prinsip Mainstreaming merupakan inti dari Public Law 94-142 tahun 1975 tentang layanan pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus diAmerika Serikat. Aturan yang menjamin hak anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang layak disekolah umum secara gratis ini mempunyai beberapa implikasi. Implikasi inilah yang merupakan prinsip dasar pelaksanaan Mainstreaming. Berikut adalah uraian mengenai prinsip-prinsip Mainstreaming yang telah disebutkan sebelumnya.


1. Zero Reject
Dengan prinsip ini,tidak dibenarkan sekolah menolak murid karena adanya             hambatan. Apapun jenis hambatannya dan bagaimanapun tingkatnya, harus menyediakan layanan pendidikan yang layak bagi anak ini secara gratis.
2. Asesmen yang non diskriminasi dan multidisipliniar
Berdasarkan pada kenyataan saat ini sebagian besar dari anak-anak yang terdaftar sebagai penyandang hambatan kecerdasan ringan, hambatan emosi ringan, dan kesulitan belajar yang terlayani dikelas-kelas khusus terdiri dari anak-anak dari kelompok minoritas. Untuk mencegah terjadinya asesmen yang diskriminatif, beberapa ketentuan dibuat sebagai berikut :
a.           Jika memungkinkan, tes dilaksanankan dalam bahasa ibu atau
bahasa utama anak.
b.          Prosedur tes yang dipilih dan dilakukan harus terbebas dari
pengaruh budaya dan suku (culture and racefree)
c.           Tes yang dipakai harus sudah difalidasi pada kelompok yang akan
dites
d.          Tes dilaksanakan oleh tim multidisiplin dengan memanfaatkan
berbagai informasi untuk menetapkan jenis layanan bagi anak.
3. Keterlibatan orangtua dalam proses pendidikan anak
Orangtua mempunyai peranpenting dalam pendidikan anaknya. Dalam       penanganananak luar biasa, orangtua mempunyai hak antara lain sebagai berikut:
a.           Memberi izin tertulis sebelum diadakan asesmen atas anak
b.          Memberi izin tertulis sebelum anaknya ditempatkan pada salah
satu program pendidikan khusus
c.           Mengajukan permintaan asesmen oleh pihak ketiga apabila mereka
merasa asesmen yang dilakukan oleh sekolah yang bersangkutan
tidak percaya
d.          Berpartisipasi dalam tim yang melakukan evaluasi, penempatan,
dan penyusunan program untuk anak
e.           Memeriksa data perkembangan pendidikan anak mempertanyakan
hal-hal yang dianggap tidak tepat, keliru, atau menunjukkan
penyimpangan dari aturan yang berlaku
f.           Mengajukan dengar pendapat perihal usulan atau penolakan
sekolah atas inisiatif untuk mengadakan perubahan atas proses
identifikasi, penempatan, atau program pendidikan anak
4. Pendidikan pada lingkungan yang paling tidak terbatas
Setiap anak mempunyai hak belajar pada lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan akademik, psikis, dan fisiknya. Sebelumnya, layanan pendidikan khusus hanya terbatas pada kelas atau kelas khusus yang terisolasi.
Populasi
Jenis Layanan

Keterangan
Lebih kurang 88% anak berkebutuhan khusus (termasuk anak berbakat) berada pada alternatif 1-2
1. Kelas biasa tanpa tambahan bimbingan khusus
2. Kelas bias dengan guru konsultan membantu guru kelas. Anak berkebutuhan khusus berada dikelas biasa sepanjang hari.



Guru kelas bertanggung jawab penuh,guru pendidikan khusus sebagai tenaga bantu.
Lebih kurang 6% anak berkebutuhan khusus berada pada alternatif 3
3. Kelas biasa sebagian besar waktunya, dengan bimbingan khusus bidang studi tertentu diruang khusus.

Lebih kurang 6% anak berkebutuhan khusus berada pada alternatif 4-7
4. Kelas khusus sebagian besar waktunya dengan kesempatan bergabung dengan kesempatan bergabung dikelas biasa pada mata pelajaran tertentu
5. Kelas khusus disekolah biasa sepanjang hari
6. Sekolah khusus terisolasi
7. Tempat khusus (rumah sakit, dirumah)



8.  
Guru pendidikan khusus bertanggung jawab penuh.
Beberapa alternatif layanan ini digambarkan oleh Deno (1970) dalam          Sunardi (1996) sebagai satu kontinum dari yang paling terbatas sampai         yang paling tidak terbatas (pembelajaran ditempat khusus seperti rumah   sakit atau dirumah) sampai yang paling tidak terbatas (pembelajaran            dikelas khusus tanpa tamabahan bimbingan khusus). Hanya sekitar 6% dari jumlah semua anak berkebutuhan khusus yang sebenarnya memerlukan lingkungan pendidikan yang segregatif, baik dikelas khusus maupun disekolah atau tempat khusus lainnya.
Penempatan pada alternatif 1 berarti bahwa anak tetap berada dikelas biasa tanpa tambahan khusus. Pada alternatif 2 anak juga tetap berada dikelas biasa tetapi guru kelas memperoleh bantuan konsultatif dari berbagai tenaga profesi lain. Pada alternatif 3 anak masih tetap berada dikelas biasa pada sebagian besar waktunya, tetapi tamabahan layanan khusus harus diberikan ruang khusus oleh tenaga khusus. Penempatan pada alternatif 4 berarti tingkat penyimpangan anak dari teman sebayanya cukup besar sehingga anak harus berada dikelas khusus pada sebagian besar waktunya. Pada alternatif 5, semua kegiatan pembelajaran bagi anak diberikan dikelas khusus. Alternatif 6 dan 7 memang hanya disediakan bagi anak berkebutuhan khusus yang memang tidak mungkin berada disekolah umum, karena memang tingkat hambatannya cukup berat.
5. Program pengajaran individual
Sekelompok anak yang termasuk dalam ketegori yang sama dianggap         mempunyai karakteristik yang sama pula. Dengan mainstreaming,        perbedaan individu mendapat perhatian besar, sehingga setiap anak harus       mempunyai program pengajaran individual (PPI) atau dikenal dengan         individualized education program (IEP).
Menurut Abeson dan W eintraub (1977) dalam sunardi (1996) kata program berarti bahwa PPI merupakan pernyataan tentang apa yang benar-benar diberikan kepada anak, berbeda dengan kata rencana yang hanya merupakan garis besar yang masih harus dikembangkan lebih lanjut. Kata pendidikan berarti bahwa aspek yang dicangkup pada PPI terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak, misalnya bantuan keuangan bagi orangtua. Sedangkan individual menunjukkan bahwa PPI disusun untuk memenuhi kebutuhan khusus seorang anak, bukan sekelompok anak.
PPI juga menuntut komunikasi yang baik antara sekolah dan keluarga. Aspek yang dicakup dalam PPI meliputi antara lain:
a. Diskripsi tingkat kemampuan anak,
b. Tujuan jangka panjang,
c. Tujuan jangka pendek,
d. Deskripsi layanan terkait lain yang disediakan,
e. Proporsi waktu berada dikelas biasa,
f. Jangka waktu, dan
g. valuasi.



















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kata mainstreaming berasal dari ‘’mainstream’’ yang berarti masyarakat umum. Dalam bidang pendidikan khusus berarti menempatkan anak berkebutuhan khusus didalam kehidupan masyarakat umum atau sekolah umum, atau memberi kesempatan sebesar-besarnya kapada anak berkebutuhan khusus bersama teman-temannya yang tidak berkebutuhan khusus dengan fasilitas umum menurut kemampuan dan potensinya.
B.  Saran
Krtitik dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk menyempurnakan makalah agar pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.
Ganda Sumekar.2012.Ortopedagogik.Padang:UNP Press.
 


 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kel 5 afgan SISTEM SARAF TEPI

ANATOMI, FISIOLOGI, NEUROLOGI, DAN GENETIKA SISTEM SARAF TEPI DISUSUN OL...