MAKALAH ORTOPEDAGOGIK
tentang
‘’MAINSTREAMING’’
Disusun
Oleh :
Kelompok
11
NADYA OKTAFIANA (17003142)
RISKI HIDAYATULLAH (17003070)
WILDA NIATI (17003077)
ZUHRIYATI (17003160)
PENDIDIKAN
LUAR BIASA
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2017
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................
i
DAFTAR
ISI................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah..............................................................................
2
C. Tujuan................................................................................................
2
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian
mainstreaming................................................................. 3
B. Faktor
yang mendorong munculnya mainstreaming......................... 4
C. Perkembangan
mainstreaming.......................................................... 5
D. Prinsip-prinsip
mainstreaming.......................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................
14
B. Saran..................................................................................................
14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mainstreaming
dalam konteks pendidikan adalah praktek mendidik siswa dengan kebutuhan khusus
dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kebutuhan yang mereka miliki. Ini
berarti pendidikan khusus yang digabungkan dengan kelas reguler. Akses kekelas
pendidikan khusus sangat bermanfaat bagi anak berkebutuhan khusus siswa yang
memiliki kemampuan untuk belajar dengan guru pendidikan khusus, akan mengalami
perbaikan selama masa sekolah.
Kata
mainstreaming yang terkenal digunakan untuk mendeskripsikan proses
pengintegrasian anak-anak berkebutuhan khusus kedalam kelas dan sekolah
reguler. Pengintegrsasian dan inklusi juga didukung dengan menegaskan bahwa
mendidik anak-anak penyandang kebutuhan dan anak normal bersama, dapat menumbuhkan
sikap toleransi antar siswa.
Manfaat
mainstreaming bagi siswa berkebutuhan khusus yaitu bahwasannya mendidik
anak-anak berkebutuhan khusus bersama anak normal akan mempermudah akses
kekurikulum umum untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Mainstreaming
juga memberikan kemudahan berkomunikasi antara anak berkebutuhan khusus dengan
anak normal lainnya. Dalam proses belajar pun siswa akan lebih peka terhadap
kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.
B. Rumusan
masalah
Adapun
rumusan masalah tentang Mainstreaming adalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan Mainstreaming?
2. Apa-apa
saja faktor yang mendorong munculnya Mainstreaming?
3. Bagaimana
perkembangan Mainstreaming?
4. Apa-apa
saja prinsip-prinsip Mainstreaming?
C. Tujuan
Adapun
tujuan membahasa tentang Mainstreaming adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui pengertian Mainstreaming
2. Untuk
mengetahui faktor yang mendorong munculnya Mainstreaming
3. Untuk
mengetahui perkembangan Mainstreaming
4. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip Mainstreaming
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mainstreaming
Kata
mainstreaming berasal dari ‘’mainstream’’ yang berarti masyarakat umum. Dalam
bidang pendidikan khusus berarti menempatkan anak berkebutuhan khusus didalam
kehidupan masyarakat umum atau sekolah umum, atau memberi kesempatan
sebesar-besarnya kapada anak berkebutuhan khusus bersama teman-temannya yang
tidak berkebutuhan khusus dengan fasilitas umum menurut kemampuan dan
potensinya.
Turnbull
dan Turnbull (1986) dalam Hewarde dan Orlansky (1988) mencatat, prinsip The Least
Restrictive Environment mencegah pemisahan para siswa berkebutuhan khusus dari
tempatnya yang tidak berkebutuhan khusus. Heron dan Skinner(1981) dalam Heward
dan Orlansky (1988) menguraikan tentang The Least Restricitve Environtment
sebagai :
Pengaturan pendidikan yang memaksimalkan
kesempatan siswaa untuk merespon dan mencapai, mengizinkan guru pendidikan
reguler untuk saling berhubungan dengan semua siswa dalam kelas, dan membantu
perkembangan hubungan sosial yang bisa diterima antara orang yang tidak
berkebutuhan khusus dengan para siswa yang berkebutuhan khusus.
Sapon-Shevin(1978)
dalam Heward dan Orlansky(1988) menyatakan bahwa Mainstreaming tidak
ditafsirkan untuk diartikan mengubah anak yang khusus sedemikian rupa sehingga
ia akan cocok kembali kekelas reguler tanpa perubahan,tetapi lebih sebagai
mengubah sifat alami kelas reguler sedemikian rupa sehingga lebih mengakomodasi
bagi semua anak-anak. Heron
menawarkan suatu model decision-makin untuk meneliti permasalahan dan
mengadaptasikan lingkungan kelas reguler untuk mengizinkan anak-anak
berkebutuhan khusus untuk berpartisipasi. Langkah pertama adalah untuk
menggambarkan masalah. Langkah kedua untuk memutuskan apakah fokus primer
interfesni harus diarahkan kepada perilaku anak atau perilaku guru.
B. Faktor
yang mendukung munculnya Mainstreaming
1. Faktor eksternal
a. Undang-undang
yang menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara,
termasuk
kesamaan memperoleh kebebsan dan kesamaan memperoleh
kesempatan.
b. Faktor
filosofis, ditandai dengan prinsip normalisasi yang beranggapan
bahwa
setiap bentuk layanan pendidikan, perawatan, bimbingan, rekreasi, perumahan, pekerjaan, atau layanan lain bagi
penyandang cacat harus menjamin peran
sosial mereka dan disediakan dalam lingkungan sehari- hari yang normal.
c. Faktor
ekonomi dan politik
d. Pendanaan
penelitian besar-besaran tentang sekolah yang efektif dan
pembelajaran
yang efektif dalam penyelanggaraan pendidikan khusus .
e. Pembelaan
para penyandang cacat dan keluarganya.
2.
Faktor internal
a.
Kemajuan dalam metodologi dan teknologi pendidikan menyebabkan
pendidikan khusus disekolah umum lebih mudah
dilaksakan.
b.
Anak-anak yang semula dianggap tidak mungkin dapat dididik
disekolah umum ternyata berhasil dengan
program pembelajaran yang
sama.
c.
Batas antara pendidikan biasa dengan pendidikan khusus telah
dijembatani,
dan kebijkan dan praktik-praktik Mainstreaming telah
menjamur.
d.
Peran guru pendidikan khusus sebagai tenaga bantu tak berlangsung
menjadi semakin berkembang, seperti dalam pengajaran
tim, guru
konsultan,
guru ruang khusus, atau dalam hubungan dengan orang tua
atau
tenaga pendidik lain.
e.
Semakin disadari bahwa ada banyak persamaan antara pendidikan
khusus
dengan pendidikan biasa.
C. Perkembangan
Mainstreaming
1. Masa 1900-1960
Pada awal abad XX, sekolah-sekolah umum di Amerika Serikat belum siap
untuk meanmpung anak-anak luar biasa. Pendidikan disekolah menakankan pada
penguasaan bidang akademik dasar, yaitu membaca, menulis, dan berhitung.
Urutan,kecepatan, dan proses belajar telah ditetapkan, dan setiap anak yang
menyimpang tidak akan mampu mengikutinya sehingga akhirnya harus keluar.
Namun demikian, berbagai upaya pun muncul untuk menyediakan layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Beberapa program bagi anak dengan
hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan kecerdasan, dan hambatan
emosi dibuka dalam bentuk
sekolah-sekolah institusi atau panti. Tujuan program ini sebenarnya menyiapkan
penyandang hambatan agar dapat belajar disekolah umum, tetapi tujuan ini tidak
pernah tercapai, bahkan sekolah-sekolah ini kemudian berubah menjadi
panti-panti penampungan.
Pada tahun 1910-an, beberapa sekolah umum dikota-kota besar memulai
penyediaan layanan pendidikan bagi anak-anak dengan hambatan kecerdasan, meskipun
undang undang belum mewajibkan hal itu. Yang diterima adalah meraka yang
menyandang hambatan kecerdasan ringan, itupun dilayani secara terpisah
dikelas-kelas khusus.
Sampai
dengan tahun 1960-an, tidak ada perubahan sistem yang berarti. Meskipun beberapa negara bagian
memberlakukan wajib belajar bagi penyandang hambatan kecerdasan ringan,
anak-anak ini tetap dilayani secara segregatif dikelas-kelas khusus. Pada tahun
1950-an, fasilitas pendidikan bagi penyandang hambatan fisik dan motorik juga
telah dibuka, tetapi karena alasan-alasan mobilitas, bentuk sekolah khusus
tampaknya lebih populer.
2. Masa
1960-1970
Pendidikan segregatif dikelas-kelas khusus
bagi penyandang hambatan kecerdasan
dan hambatan perilaku ringan yang populer ini mulai dipertanyakan efektifitasnya pada tahun1960-an. Beberapa
peneliti melihat kemanfaatan
penyelenggaraan kelas khusus dengan membandingkannya dengan anak-anak
penyandang hambatan kecerdasan dan hambatan emosi ringan yang tetap berada
dikelas biasa tanpa layanan khusus. Kedua kelompok tersebut ternyata tidak
berbeda, berarti penyediaan layanan dikelas-kelas khusus tidak membawa manfaat
sama sekali. Tulisan yang sangat berpengaruh sampai sekarang adalah tulisan
Dunn (1968) dalam Sunardi (1996). Dengan mengutip hasil berbagai penelitian
Dunn menekankan bahwa penyelenggaraan kelas khusus bagi anak hambatan
kecerdasan ringan tidak dapat dipertanggung jawabkan dan harus dihapuskan. Satu
hasil dari pengembangan ini adalah suatu model yang memungkinkan seorang anak
untuk tetap berada dikelas biasa sebagian waktu belajarnya dan menerima layanan
khusus sesuai dengan kebutuhannya. Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan
Mainstreaming.
Perkembangan penting lainnya pada dekade
1960-an adalah dibukanya program pendidikan guru pendidikan khusus ditingkat
perguruan tinggi, disediakannya dana secara besar-besaran untuk penelitian
pendidikan khusus, dan munculnya kategori baru keluarbiasaan, yaitu
berkesulitan belajar spesifik.
3. Masa
sejak 1970
Tahun 1970-an ditandai dengan beberapa
keputusan pengadilan yang memenangkan
kelompok penyandang hambatan yang tidak memperoleh layanan pendidikan yang layak disekolah umum. Setiap warga
negara mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bebas disekolah
umum, tidak melihat suku asal, agama, kelompok, ataupun hambatan.
Puncak kemenangan penyandang hambatan untuk
memperoleh layanan pendidikan yang layaak adalah dengan diundangkannya Public
Law 142 pada tahun 1975. Pokok-pokok yang termuat dalam undang-undang tersebut
kemudian menjadi prinsip utama konsep Mainstreaming, yaitu:
a. Zero
Reject (tidak ada seorang anak berkebutuhan khusus pun yang
ditolak untuk belajar disekolah umum).
b. Nondiscriminatory
Evaluation (evaluasi non diskriminatif)
c. Individualized
Educational Programs (program pengajaran individual)
d. Least
Restrictive Environment (lingkungan yang paling bebas)
e. Parent
Participation (keikut sertaan orang tua)
D. Prinsip-prinsisp Mainstreaming
Prinsip
Mainstreaming merupakan inti dari Public Law 94-142 tahun 1975 tentang layanan
pendidikan bagi semua anak berkebutuhan khusus diAmerika Serikat. Aturan yang
menjamin hak anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang
layak disekolah umum secara gratis ini mempunyai beberapa implikasi. Implikasi
inilah yang merupakan prinsip dasar pelaksanaan Mainstreaming. Berikut adalah
uraian mengenai prinsip-prinsip Mainstreaming yang telah disebutkan sebelumnya.
1. Zero
Reject
Dengan prinsip ini,tidak dibenarkan sekolah
menolak murid karena adanya hambatan.
Apapun jenis hambatannya dan bagaimanapun tingkatnya, harus menyediakan layanan
pendidikan yang layak bagi anak ini secara gratis.
2. Asesmen
yang non diskriminasi dan multidisipliniar
Berdasarkan pada kenyataan saat ini sebagian
besar dari anak-anak yang terdaftar sebagai penyandang hambatan kecerdasan
ringan, hambatan emosi ringan, dan kesulitan belajar yang terlayani
dikelas-kelas khusus terdiri dari anak-anak dari kelompok minoritas. Untuk
mencegah terjadinya asesmen yang diskriminatif, beberapa ketentuan dibuat
sebagai berikut :
a.
Jika memungkinkan, tes dilaksanankan dalam
bahasa ibu atau
bahasa utama anak.
b.
Prosedur tes yang dipilih dan dilakukan harus
terbebas dari
pengaruh budaya dan suku (culture and
racefree)
c.
Tes yang dipakai harus sudah difalidasi pada
kelompok yang akan
dites
d.
Tes dilaksanakan oleh tim multidisiplin dengan
memanfaatkan
berbagai informasi untuk menetapkan jenis
layanan bagi anak.
3. Keterlibatan
orangtua dalam proses pendidikan anak
Orangtua mempunyai peranpenting dalam
pendidikan anaknya. Dalam penanganananak
luar biasa, orangtua mempunyai hak antara lain sebagai berikut:
a.
Memberi izin tertulis sebelum diadakan asesmen
atas anak
b.
Memberi izin tertulis sebelum anaknya
ditempatkan pada salah
satu
program pendidikan khusus
c.
Mengajukan permintaan asesmen oleh pihak
ketiga apabila mereka
merasa asesmen yang dilakukan oleh sekolah
yang bersangkutan
tidak percaya
d.
Berpartisipasi dalam tim yang melakukan
evaluasi, penempatan,
dan
penyusunan program untuk anak
e.
Memeriksa data perkembangan pendidikan anak
mempertanyakan
hal-hal
yang dianggap tidak tepat, keliru, atau menunjukkan
penyimpangan
dari aturan yang berlaku
f.
Mengajukan dengar pendapat perihal usulan atau
penolakan
sekolah
atas inisiatif untuk mengadakan perubahan atas proses
identifikasi,
penempatan, atau program pendidikan anak
4. Pendidikan
pada lingkungan yang paling tidak terbatas
Setiap anak mempunyai hak belajar pada
lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan akademik, psikis, dan fisiknya.
Sebelumnya, layanan pendidikan khusus hanya terbatas pada kelas atau kelas
khusus yang terisolasi.
Populasi
|
Jenis
Layanan
|
|
Keterangan
|
Lebih
kurang 88% anak berkebutuhan khusus (termasuk anak berbakat) berada pada
alternatif 1-2
|
1.
Kelas biasa tanpa tambahan bimbingan khusus
2.
Kelas bias dengan guru konsultan membantu
guru kelas. Anak berkebutuhan khusus berada dikelas biasa sepanjang hari.
|
|
Guru
kelas bertanggung jawab penuh,guru pendidikan khusus sebagai tenaga bantu.
|
Lebih
kurang 6% anak berkebutuhan khusus berada pada alternatif 3
|
3.
Kelas biasa sebagian besar waktunya, dengan bimbingan khusus bidang studi
tertentu diruang khusus.
|
|
|
Lebih
kurang 6% anak berkebutuhan khusus berada pada alternatif 4-7
|
4. Kelas khusus
sebagian besar waktunya dengan kesempatan bergabung dengan kesempatan bergabung
dikelas biasa pada mata pelajaran tertentu
5. Kelas khusus
disekolah biasa sepanjang hari
6. Sekolah khusus
terisolasi
7. Tempat khusus
(rumah sakit, dirumah)
|
8.
|
Guru
pendidikan khusus bertanggung jawab penuh.
|
Beberapa alternatif layanan ini digambarkan
oleh Deno (1970) dalam Sunardi
(1996) sebagai satu kontinum dari yang paling terbatas sampai yang paling tidak terbatas (pembelajaran
ditempat khusus seperti rumah sakit atau
dirumah) sampai yang paling tidak terbatas (pembelajaran dikelas khusus tanpa tamabahan
bimbingan khusus). Hanya sekitar 6% dari jumlah semua anak berkebutuhan khusus
yang sebenarnya memerlukan lingkungan pendidikan yang segregatif, baik dikelas
khusus maupun disekolah atau tempat khusus lainnya.
Penempatan pada alternatif 1 berarti bahwa
anak tetap berada dikelas biasa tanpa tambahan khusus. Pada alternatif 2 anak
juga tetap berada dikelas biasa tetapi guru kelas memperoleh bantuan
konsultatif dari berbagai tenaga profesi lain. Pada alternatif 3 anak masih
tetap berada dikelas biasa pada sebagian besar waktunya, tetapi tamabahan
layanan khusus harus diberikan ruang khusus oleh tenaga khusus. Penempatan pada
alternatif 4 berarti tingkat penyimpangan anak dari teman sebayanya cukup besar
sehingga anak harus berada dikelas khusus pada sebagian besar waktunya. Pada
alternatif 5, semua kegiatan pembelajaran bagi anak diberikan dikelas khusus.
Alternatif 6 dan 7 memang hanya disediakan bagi anak berkebutuhan khusus yang
memang tidak mungkin berada disekolah umum, karena memang tingkat hambatannya
cukup berat.
5. Program
pengajaran individual
Sekelompok anak yang termasuk dalam ketegori
yang sama dianggap mempunyai
karakteristik yang sama pula. Dengan mainstreaming, perbedaan individu mendapat perhatian besar, sehingga setiap
anak harus mempunyai program
pengajaran individual (PPI) atau dikenal dengan individualized education program (IEP).
Menurut Abeson dan W eintraub (1977) dalam
sunardi (1996) kata program berarti bahwa PPI merupakan pernyataan tentang apa
yang benar-benar diberikan kepada anak, berbeda dengan kata rencana yang hanya
merupakan garis besar yang masih harus dikembangkan lebih lanjut. Kata
pendidikan berarti bahwa aspek yang dicangkup pada PPI terbatas pada hal-hal
yang berkaitan dengan pendidikan anak, misalnya bantuan keuangan bagi orangtua.
Sedangkan individual menunjukkan bahwa PPI disusun untuk memenuhi kebutuhan
khusus seorang anak, bukan sekelompok anak.
PPI juga menuntut komunikasi yang baik antara
sekolah dan keluarga. Aspek yang dicakup dalam PPI meliputi antara lain:
a. Diskripsi
tingkat kemampuan anak,
b. Tujuan
jangka panjang,
c. Tujuan
jangka pendek,
d. Deskripsi
layanan terkait lain yang disediakan,
e. Proporsi
waktu berada dikelas biasa,
f. Jangka
waktu, dan
g. valuasi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata
mainstreaming berasal dari ‘’mainstream’’ yang berarti masyarakat umum. Dalam
bidang pendidikan khusus berarti menempatkan anak berkebutuhan khusus didalam
kehidupan masyarakat umum atau sekolah umum, atau memberi kesempatan sebesar-besarnya
kapada anak berkebutuhan khusus bersama teman-temannya yang tidak berkebutuhan
khusus dengan fasilitas umum menurut kemampuan dan potensinya.
B. Saran
Krtitik
dan saran dari pembaca sangat diperlukan untuk menyempurnakan makalah agar
pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.
Ganda
Sumekar.2012.Ortopedagogik.Padang:UNP Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar