Tentang
PROFIL
PEMBELAJARAN DALAM MAINSTREMING
Dosen Pembimbing :
Drs.H.Asep
Ahmad Sopandi,M.Pd.
Disusun
Oleh :
Kelompok
XII
Alfan
sidiq
Lian
Kopianan (17003
Novita Sari dewi (17003021)
Surya
Rahmasari (17003155)
JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena dengan Ridha dan Rahmat-Nya serta nikmat yang begitu besar yang
diberikan kepada kita semua terutama nikmat kesehatan, sehingga Makalah kami
dapat terselesaikan.
Salam dan salawat kita curahkan kepada baginda
Rasulullah SAW, Nabi yang mengantarkan kita dari zaman kejahiliayaan menuju
zaman islamiyah. Nabi yang dianggap sebagai Uswatun Hasanah atau suri tauladan
yang baik.
Dalam isi makalah ini membahas tentang “Profil Pembelajaran Dalam Mainsteaming ” dalam mata kuliah “Ortopedagogik”. Kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang kita
inginkan. Oleh karena itu, kami masih mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para membaca sekalian.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Drs.H.Asep
Ahmad Sopandi,M.Pd. yang telah membimbing kami. Begitu juga kepada semua pihak
yang membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah
ini dapat terselesaikan.
Padang, 15 November 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang...................................................................................1
B.Rumusan
masalah...............................................................................1
C.Tujuan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengaturan
Lingkungan fisik sekolah…….........................................3
B.Integrasi
sosial Anak Berkebutuhan Khusus......................................4
C.Pengolahan
Kelas………....................................................................9
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan......................................................................................23
B.Saran................................................................................................24
DAFTAR
RUJUKAN....................................................................................25
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bagian
ini membahas tentang profil pembelajaran dalam Mainstreaming. Mainstraming itu
sendiri adalah salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus di Amerika Serikat, di Negara kita dikenal dengan pendidikan terpadu.
Pada bagian tentang profil pembelajaran dalam Mainstreaming. Terdiri dari beberapa
bagian pertama, Pengaturan lingkungan fisik sekolah, kedua integerasi sosial
anak berkebutuhan khusus dan ketiga, pengolahan kelas.
Dengan di bahasnya materi yang
berjudul “profil pembelajaran dalam Mainstreaming” semoga dapat menambah
wawasan kita serta pemahaman kita.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja adaptasi pengaturan lingkungan fisik sekolah ?
2. Apa
saja integrasi sosial anak berkebutuhan khusus ?
3. Bagaimana
cara pengelolaan kelas?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
apa saja adaptasi yang perlu dilakukan dalam pengaturan lingkungan fisik
sekolah
1
2
2. Untuk
memahami dan berwawasan dalam integrasi sosial ABK.
3. Untuk
mengetahui bagaimana pengelolaan kelas yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaturan
lingkungan fisik sekolah
Salah satu persyaratan penting dalam
pelayanan pendidikan adalah bahwa sekolah dan kelas harus dapat dicapai oleh
semua anak, termasuk anak luar biasa. Termasuk disini adalah gedung dan
fasilitas umum lainnya, seperti , kamar mandi dan WC.
Ada dua macam adaptasi yang perlu
dilakukan disini, adaptasi lingkungan dan adaptasi individual lain.
1.
Lingkungan
Di sekolah, penyesuaian lingkungan fisik
antara lain, berbentuk penyediaan ramp (jalan
khusus untuk kursi roda) dan lift sehingga guru , murid, dan orang tua yang
memiliki hambatan dan tidak mungkin menggunakan tangga memperoleh kemudahan
dalam mobilitas di sekolah. Bentuk lainnya misalnya menempatkan kegiatan yang
melibatkan penyandang hambatan (misalnya latihan paduan suara). Pada ruang yang
dapat dicapai oleh penyandang hambatan dengan mudah (misalnya diruangan dekat
pintu masuk sekolah), serta pengaturan ruangan kedap suara sehingga murid
dengan gangguan pendengaran tidak berkesulitan mendengarkan. Ruang dan
fasilitas kelas hendaknya dapat diatur secara fleksibel sehingga membantu semua
proses belajar mengajar.
3
4
2.
Individual
Hendaknya diadakan
penyiapan secara individual sehingga anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh
bantuan dengan mudah. Misalnya, lift tidak akan bekerja pada saat listrik
padam. Dalam hal ini, anak-anak lain dapat dilatih untuk membantu mobilitas
teman sebayanya yang menggunakan kursi roda. Anak yang memakai alat bantu
dengar harus dilatih cara memakai dan memeliharanya.
Pengaturan khusus
mungkin juga diperlukan atas transportasi anak-anak tertentu, misalnya
penyandang hambatan fisik atau anak tuna laras yang tinggal di panti
penampungan khusus. Namun demikian, setiap anak luar biasa harus secara optimal
disiapkan untuk mengurus dirinya sendiri dan setiap individu di sekolah harus
yakin bahwa masalah lingkungan fisik tidak menjadi hambatan anak luar biasa
dalam mengikuti pendidikan.
B. Integrasi
Sosial Anak Berkebutuhan Khusus
Satu akibat yang
pasti dari mainstreaming adalah
meningkatnya keragaman karakteristik murid di sekolah dan kelas. Anak berbakat
dan anak berkebutuhan khusus dikumpulkan bersama anak yang tidak berkebutuhan
khusus dalam kelas-kelas yang sangat heterogen. Padahal, guru kelas telah
terbiasa dan disiapkan untuk mengajar kelompok anak-anak yang homogen,
keragaman ini menimbulkan masalah yang serius.
5
Kehadiran anak
ABK di kelas biasa dapat menimbulkan dampak negatif, apabila lingkungan sosial
kelas tidak disiapkan. Bukan hanya guru yang harus bersikap reseptif dan semua
murid harus dilatih bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang
positif. Dengan demikian, penerapan mainstreaming harus didahului oleh upaya
menciptakan struktur dan proses sosial yang mendorong interaksi positif diantara semua murid.
1. Lingkungan
Pada lingkungan
kelas-kelas tradisional, tempat duduk diatur dalam baris- baris, sehingga murid
harus melihat bagian belakang kepala murid lainnya. Jika murid berbicara dengan
yang lain dapat dianggap menyontek. Suasana di kelas-kelas ini lebih cenderung
kompetitif, sedangkan kegiatan kooperatif kelompok jarang dilakukan. Jika
suasana kelas seperti ini, menempatakan anak berkebutuhan khusus di dalamnya akan merupakan tindakan yang
kejam.
Keadaan diatas
sangat berbeda di kelas yang menggunakan sebagian belajar untuk kerja kelompok.
Kelompok-kelompok sengaja dibuat, tujuan yang diterapkan bagi setiap kelompok
hanya dapat dicapai melalui interaksi saling membantu antar anggota. Setiap
murid memberi sumbangan pokok dalam proses kelompok seperti halnya jigsaw
puzzle (teka-teki yang hanya dapat dijawab dengan mengumpulkan isian dari
berbagai pihak).Guru menjelaskan tentang strutur kelompok, menunjukkan bahwa
setiap individu akan dievaluasi dan memperoleh imbalan berdasarkan proses dan
hasil kerja kelompok.
6
Proses pembelajaran seperti
ini dikenal dengan istilah pembelajaraan kooperatif. Dalam modal ini, guru
menugasi murid belajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan satu
tugas yang sama (mungkin menjawab pertanyaan, menyelesaikan proyek, laporan,
atau sebuah tulisan kreatif), kemudian memberikan imbalan kepada seluruh
kelompok berdasarkan kepada kualitas dan kualitas hasilnya menurut seperangkat
kriteria yang telah ditetapkan (Qakes,1985 dalam Sunardi, 1996).
Dalam hal ini, guru
perlu menciptakan lingkungan sosial yang mendorong kerjasama dan sedapat
mungkin meminimalkan dampak negatif keluar biasaan (stigma). Guru yang terampil
akan mengatur kelasny secara variatif pada waktu yang berbeda-beda untuk tujuan
yang berbeda-beda dan salh satu tujuan adalah meningkatkan interaksi positif
antara murid luar biasa dengan murid normal. Berbagai materi mengajar dapat
dikembangkan oleh guru untuk mengajar anak tidak berkebutuhan khusus tentang
hambatan dan bagimana anak yang memiliki hambatan harus diperlakukan. Materi
ini meliputi buku-buku bacaan bagi anak tentang penyandang hambatan. Dalam hal
ini, guru perlu memiliki pengetahuan tentang pengenalan anak yang memiliki
hambatan di kelas biasa.
2. Individu
Anak-anak tertentu yang
menunjukan masalah perilku dan sosialisasi mungkin memerlukan bantuan khusus di
luar lingkungan yang digambarkan di atas.
7
Oleh karena itu, kecuali hal-hal yang
dilakukan olen guru kelas untuk menciptakan lingkungan sosial yang baik, guru
pendidikan khusus bersama dengan psikolog perlu menangani anak-anak tersebut
secara insentif untuk memperbaiki perilakunya.
Menurut Quay (1972)
dalam Sunardi mengindetifikasi beberapa jenis perilaku menyimpang yang sering
di tunjukkan oleh anak.
a.
Hambatan pengendalian
diri/ agresif.
Hambatan pengendalian
diri (conduct disorder) ditandai dengan munculnya pola prilaku agresif, baik
verbal maupun fisik, yang berkaitan dengan ketidakmampuan menjalin hubungan
interpersonal dengan teman sebaya dan orang lain. Perilaku yang tampak meliputi
gabungan antara ketidakpatuhan, sering mengganggu, merusak, berkelahi,
menyimpang dari aturan, mudah marah, kurang pertimbangan, tidak percaya kepada
orang lain dan tidak mengenal aturan.
b.
Hambatan kepribadian
atau menyendiri
Hambatan kepribadian meliputi beberapa perasaan seperti
tertekan, takut, cemas, mengeluh, dan tidak bahagia. Anak-anak yang menunjukkan
prilaku tersebut sering dimasukkan dalam kategori neurotic atau phobia. Prilaku
lain misalnya pemalu, hyperaktif, menyendiri.
8
c.
Tidak matang atau
ketidakdewasaan
Kelompok ini mungkin
paling sulit dibedakan yang ditandai dengan kebiasaan yang secara signifikan
jauh dibawah teman-teman sebayanya. Perbedaan ini terlihat jika dibandingkan
dengan harapan orang tua, sekolah, atau lingkungannya. Beberapa perilaku yang
dapat diamati antara lain cenderung memilih teman bermain yang lebih muda,
pasif, kemampuan memecahkan masalah sangat rendah, gangguan perhatian, atau
sikap kaku yang sering dikaitkan dengan retardasi mental.
d.
Kenakalan secara
berkelompok
Jenis penyimpangan
merupakan perilaku yang sebenarnya tidak menyebabkan tekanan terhadap seseorang
atau tidak termasuk ketidakmampuan menyesuaikan diri apabila dipertimbangkan
lingkungan sosial tempat perilaku itu muncul. Misalnya, dimasyarakat yang
menganggap bahwa kegiatan gang merupakan cara menunjukkan cara kedewasaan,
remaja anggota gang dianggap sebagai orang baik oleh kelompoknya, secara
bersama-sama merencanakan perampokan, pencurian ataw bolos dari rumah atau
sekolah. Namun demikian, perilaku ini dianggap jauh lebih menyimpang dari norma
yang berlaku di masyarakat umum.
Untuk menangani anak
yang berperilaku seperti diatas, ada berbagai model yang dapat diterapkan yang
diangkat dari pendapat Quay adalah pendekatan belajar terstruktur yang
dikembangkan oleh Goldestein, spratki Gershaw dan Klein (1980). Pendekatan ini
berdasarkan pada asumsi bahwa mengetahui jenis keterampilan yang
9
tidak dimiliki oleh para remaja yang
termasuk berperilaku menyimpang akan sangat bermanfaat.
Anak agersif, mislnya mungkin tidak memiliki
keterampilan sosial seperti pengendalian diri, negoisasi, memita ijin,
menghindari pertengkaran dengan yang lain, memahami perasaan orang lain, dan
menghadapi kemaran orang lain. Anak pemalu atau menyendiri mungkin tidak
menguasai kemampuan mengadakan pembicaraan, bergabung dengan orang lain,
mengatasi rasa takut, mengambil keputusan, mengatasi situasi apabila ditinggal,
menghadapi bujukan, atau mengatasi konflik.
C.
Pengelolaan
kelas
Pengelolaan kelas
secara tidak baik oleh guru yang memberi petunjuk secara tidak konsisten atau
tidak jelas atau tidak mampu menarik perhatian murid menyebabkan murid bingung
atau tidak pasti. Jika guru tidak menyampaikan harapan secara jelas sebelum
pelajaran di akhiri, atau menyisakan
materi pembelajaran secara tidak terstruktur atau menangani perilaku menyimpang
secara tidak konsisten akibatnya dapat berupa penyimpangan perilaku. Jika
sering muncul penyimpangan perilaku dikelas, jelas sumber masalah ini tidak
hanya murid tetapi juga guru. Satu diagnosa harus diadakan baik terhadap proses
pembelajaran maupun lingkungan kelas. Penanganan mungkin perlu dilakukan pada
seluruh situasi di kelas. Diagnosa akan menunjukkan kelemahan pengelolaan kelas
yang memerlukan perbaikan dalam
10
persiapan mengajar dan memerlukan
konsultasi maupun layanan pendidikan luar biasa.
1.
Lingkungan
Sejauh ini, masalah
pengelolan kelas belum memperoleh perhatian besar dalam penelitian pendidikan
dan literatul profesional. Tetapi pada tahun 1980-an, the reseach and development center on teacher education pada the university of texas at austin memusatkan kegiatan pada masalah-masalah
pengelolaan dikelas dan mengembangkan materi untuk di pakai oleh guru agar
menjadi pengelola kelas yang baik.Salah satu strategi yang dipakai adalah
mengunjungi kelas yang teratur dan produktif, dibandingkan dengan kelas-kelas
yang tidak teratur yang sering merujuk anak-anak bermasalah belajar dan
perilaku. Satu hasil dari strategi ini adalah tekanan bahwa pada minggu-minggu
pertama sekolah, guru harus mengajarkan kepada murid-muridnya cara bersekolah
dan menanamkan sistem pengelolaan kelas yang akan di pakai sepanjang tahun.
Guru yang pada setiap awal tahun ajaran
terbiasa menjelaskan harapan-harapanya atas muridnya , aturan yang berlaku, dan
sanksi bagi pelanggar aturan cenderung mempunyai kelas yang teratur dan
berfungsi dengan baik, baik menurut pengamatan pada awal tahun maupun akhir
tahun. Para peneliti menyimpulkan bahwa guru perlu mengajarkan cara bersekolah
dan memantaunya sepanjang tahun. Dengan kata lain, pengelolaan kelas yang baik
memerlukan atau panutan yang konsisten bagi murid yang harus disampaikan sedini
mungkin dan dipantau sacara berkelanjutan.
12
Pendekatan lain
terhadap penelolaan kelas yang baik dikembangkan oleh Eerg dari hasil
pengamatan kounin (1970) dalam sunardi (1996) yang kemudian disusun menjadi paket-paket
pelatihan bagi guru. Penggunaan ini bertujuan mengurangi munculnya hambatan di
kelas. Misalnya, kounin mengamati bahwa kekacawan sering terjadiapabila guru
tidak mampu menarik perhatian seluruh kelas, padahal pemusatan perhatian sangat
penting untuk dipelajari pokok bahasan yang disajikan, berdasarkan hasil
pengamatan ini, Borg mengembangkan konsep untuk mengatasi masalah tersebut.
Misalanya, jika guru ingin menarik perhatian semua murid pada jam pelajaran
membaca, guru perlu menyajikan pertanyaan lebih dulu, baru menunjukan seorang
murid untuk menjawabnya. Demikian juga, pada latihan membaca bersuara, giliran
membaca harus dibuat tidak urut. Dengan demikian, semua murid akan siap, karena
pada prinsipnya murid hanya siap jika
mengharapkan akan mendapat giliran.
2.
Individual
Tidak jarang,
dikelas-kelas yang dikelola dengan baik, ada anak tertentu yang menunjukan
perilaku sangat tidak baik, karena mereka kurang dikibatkan atau tidak memahami
situasi lingkungannya. Dalam kasus seperti ini, perlu adakan dianogsa secara
teliti, deno dan mirkin (1977) dalm sunardi (1996) mengembangkan satu prosedur
pengukuran sederhana yang dapat dipakai secara bersama-sama oleh guru kelas dan
guru pendidikan khusus. Pada waktu pelajaran berlangsung dengan pengawasan guru
kelas, guru pendidikan khusus mengadakan pengamatan selama 30
13
detik, merekam apakah anak memusatkan
perhatian seperti yang diminta guru, tidak memperhatikan, atau menggangu orang
lain. Kemudian, guru pendidikan khusus mengamati seorang anak lain yang dipilih
secara acak, dengan menggunakan prosedur dan waktu yang sama, hal ini diikuti
dengan pengamatan kedua atas anak memiliki hambatan dan anak yang tidak
memiliki hambatan lainnya. Setelah diaakan pengamatan sebanyak 6 sampai 10
kali, dapat ditarik kesimpulan, misalnya sebagai berikut:
a)
Tingkatan munculnya
perilaku tidak memperhatikan selama jam pelajaran dua kali lebih banyak dari
yang terjadi pada teman sebayanya.
b)
Tingkat munculnya
perilaku menggaggu teman empat kali lebih banyak dari yang terjadi pada teman
sebayanya.
Dengan data tadi
sebagai titik awal, guru dapat bekerja sama mengembangkan program untuk
menangani masalah anak dan menggunakan teknik pengukuran untuk memantau
kemajuan. Program ini dapat meliputi perubahan pada tugas yang diberikan pada
anak pada pemantauan pekerjaan pada tempat duduk penggunaan sisten contingenci
management (pemberian umpan balik atau hadiah atau hukuman lamhsung setelah
anak menunjukan perilaku tertentu), lebih banyak waktu untuk bimbingan di
kelompok-kelompok kecil, lebih banyak bimbingan indifidual oleh guru pendidikan
khusus atau konsultasi dengan orang tua. Progran ini mungkin menuntut
14
peninjaun kembali
kegiatan proses belajar mengajar di kelas dan pengajaran kembali
keteranpilan-keteranpilan pengendalian diri dan adaptasi di kelas.
Satu prinsip penting
dalam menangani masalah perilaku anak adalah prinsip premack, yaitu suatu
prosedur modifikasi tingkahlaku dengan menggunakan kegiatan belajar itu sendiri
sebagai dorongan positif, pada tugas belajar yang tidak begitu berat,
konsekuensi langsung yang diharapakan adalah kegiatan belajar yang baik.
Misalnya jika seorang anak yang senang musik diijinkan melakukan kegiatan
musik, begitu menunjukkan hasil yang baik dalm pelajaran matematika yang
sebenarnya kurang di sukai oleh anak, hasilnya adalah prestasi belajar
matematika yang baik. Prinsip ini dapat di terapkan prosedur dilingkungan sekolah,
bagi berbagai tingkat dan kemampuan murid.
Di dalam menangani
masalah perilaku anak, guru kelas mungkin bermaksud melibatkan guru PLB atau
psikolog, sebagai konsultan penerapan prinsip modifikasi tingkahlaku atau
contingency management. Konsultan dapat mengadakan pengamatan dikelas untuk
memastikan jenis perilaku yang akan di ubah, menerapkan situasi yang mendorong
munculnya perilaku dan merencanakan sistem untuk mengubahnya. Sebagian besar
kegagalan penggunaan kontigensi management disebabkan oleh perlakuan yang tidak
konsisten atau tidak adanya pencatatan data perkembangan secara kontiniu. Penggunaan
konsultan dianjurkan untuk membantu menyusun sistem dalam penanganan perilaku
yang akan di kurangi atau di tingkatkan.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari berbagai
pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahawa profil pembelajaran
mainstreaming itu terdiri dari pengaturan lingkungan fisik,
integrasi sosial anak berkebutuhan khusus dan cara pengelolaan kelasnya. Sekolah salah satu persyaratan
penting dalam pelayanan pendidikan adalah bahwa sekolah dan kelas harus dapat
dicapai oleh semua anak, termasuk anak luar biasa.
Satu akibat yang pasti dari
mainstreaming adalah meningkatnya keragaman karakteristik murid di sekolah dan
kelas. Anak berbakat dan anak berkebutuhan khusus dalam
kelas-kelas yang hiterogen. Masalah perilaku atau prestasi belajar di sekolah
tidak seluruhnya disebabkan oleh karakterlistik murid.
B.
SARAN
Dibuatnya
makalah ini sekiranya pembaca dapat memahami materi profil pembelajaran dalam
maintreaming khususnya pengaturan lingkungan fisik sekolah, integrasi sosial
anak berkebutuhan khusus dan cara pengelolaan kelasnya.
15
DAFTAR
PUSTAKA
Ganda Sumaker, 2012. Ortopedagogik Hand Out .Padang:UNP Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar