Senin, 20 November 2017

13 orto



MAKALAH ORTOPEDAGOGIK
Tentang
PROFIL PEMBELAJARAN DALAM MAINSTREMING
 




Dosen Pembimbing :
Drs.H.Asep Ahmad Sopandi,M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok XII
Alfan sidiq
Lian Kopianan (17003
Novita Sari dewi (17003021)
Surya Rahmasari (17003155)

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
 UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan Ridha dan Rahmat-Nya serta nikmat yang begitu besar yang diberikan kepada kita semua terutama nikmat kesehatan, sehingga Makalah kami dapat terselesaikan.
Salam dan salawat kita curahkan kepada baginda Rasulullah SAW, Nabi yang mengantarkan kita dari zaman kejahiliayaan menuju zaman islamiyah. Nabi yang dianggap sebagai Uswatun Hasanah atau suri tauladan yang baik.
Dalam isi makalah ini membahas tentang “Profil Pembelajaran Dalam Mainsteaming  dalam mata kuliah “Ortopedagogik”. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan yang kita inginkan. Oleh karena itu, kami masih mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para membaca sekalian.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Drs.H.Asep Ahmad Sopandi,M.Pd. yang telah membimbing kami. Begitu juga kepada semua pihak yang membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Padang, 15 November 2017 
Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i                  
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang...................................................................................1
B.Rumusan masalah...............................................................................1
C.Tujuan.................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengaturan Lingkungan fisik sekolah…….........................................3
B.Integrasi sosial Anak Berkebutuhan Khusus......................................4
C.Pengolahan Kelas………....................................................................9
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan......................................................................................23
B.Saran................................................................................................24
DAFTAR RUJUKAN....................................................................................25



ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bagian ini membahas tentang profil pembelajaran dalam Mainstreaming. Mainstraming itu sendiri adalah salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Amerika Serikat, di Negara kita dikenal dengan pendidikan terpadu. Pada bagian tentang profil pembelajaran dalam Mainstreaming. Terdiri dari beberapa bagian pertama, Pengaturan lingkungan fisik sekolah, kedua integerasi sosial anak berkebutuhan khusus dan ketiga, pengolahan kelas.
Dengan di bahasnya materi yang berjudul “profil pembelajaran dalam Mainstreaming” semoga dapat menambah wawasan kita serta pemahaman kita.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja adaptasi pengaturan lingkungan fisik sekolah ?
2.      Apa saja integrasi sosial anak berkebutuhan khusus ?
3.      Bagaimana cara pengelolaan kelas?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui apa saja adaptasi yang perlu dilakukan dalam pengaturan lingkungan fisik sekolah
1
                                                                                                                                    2
2.      Untuk memahami dan berwawasan dalam integrasi sosial ABK.
3.      Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan kelas yang baik.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengaturan lingkungan fisik sekolah
Salah satu persyaratan penting dalam pelayanan pendidikan adalah bahwa sekolah dan kelas harus dapat dicapai oleh semua anak, termasuk anak luar biasa. Termasuk disini adalah gedung dan fasilitas umum lainnya, seperti , kamar mandi dan WC.
Ada dua macam adaptasi yang perlu dilakukan disini, adaptasi lingkungan dan adaptasi individual lain.
1.      Lingkungan
Di sekolah, penyesuaian lingkungan fisik antara lain, berbentuk penyediaan ramp (jalan khusus untuk kursi roda) dan lift sehingga guru , murid, dan orang tua yang memiliki hambatan dan tidak mungkin menggunakan tangga memperoleh kemudahan dalam mobilitas di sekolah. Bentuk lainnya misalnya menempatkan kegiatan yang melibatkan penyandang hambatan (misalnya latihan paduan suara). Pada ruang yang dapat dicapai oleh penyandang hambatan dengan mudah (misalnya diruangan dekat pintu masuk sekolah), serta pengaturan ruangan kedap suara sehingga murid dengan gangguan pendengaran tidak berkesulitan mendengarkan. Ruang dan fasilitas kelas hendaknya dapat diatur secara fleksibel sehingga membantu semua proses belajar mengajar.
3
                                                                                                                                    4
2.      Individual
Hendaknya diadakan penyiapan secara individual sehingga anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh bantuan dengan mudah. Misalnya, lift tidak akan bekerja pada saat listrik padam. Dalam hal ini, anak-anak lain dapat dilatih untuk membantu mobilitas teman sebayanya yang menggunakan kursi roda. Anak yang memakai alat bantu dengar harus dilatih cara memakai dan memeliharanya.
Pengaturan khusus mungkin juga diperlukan atas transportasi anak-anak tertentu, misalnya penyandang hambatan fisik atau anak tuna laras yang tinggal di panti penampungan khusus. Namun demikian, setiap anak luar biasa harus secara optimal disiapkan untuk mengurus dirinya sendiri dan setiap individu di sekolah harus yakin bahwa masalah lingkungan fisik tidak menjadi hambatan anak luar biasa dalam mengikuti pendidikan.

B.     Integrasi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus  
Satu akibat yang pasti dari mainstreaming adalah meningkatnya keragaman karakteristik murid di sekolah dan kelas. Anak berbakat dan anak berkebutuhan khusus dikumpulkan bersama anak yang tidak berkebutuhan khusus dalam kelas-kelas yang sangat heterogen. Padahal, guru kelas telah terbiasa dan disiapkan untuk mengajar kelompok anak-anak yang homogen, keragaman ini menimbulkan masalah yang serius.
                                                                                                                                    5
Kehadiran anak ABK di kelas biasa dapat menimbulkan dampak negatif, apabila lingkungan sosial kelas tidak disiapkan. Bukan hanya guru yang harus bersikap reseptif dan semua murid harus dilatih bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang positif. Dengan demikian, penerapan mainstreaming harus didahului oleh upaya menciptakan struktur dan proses sosial yang mendorong interaksi positif  diantara semua murid.
1.      Lingkungan
Pada lingkungan kelas-kelas tradisional, tempat duduk diatur dalam baris- baris, sehingga murid harus melihat bagian belakang kepala murid lainnya. Jika murid berbicara dengan yang lain dapat dianggap menyontek. Suasana di kelas-kelas ini lebih cenderung kompetitif, sedangkan kegiatan kooperatif kelompok jarang dilakukan. Jika suasana kelas seperti ini, menempatakan anak berkebutuhan khusus  di dalamnya akan merupakan tindakan yang kejam.
Keadaan diatas sangat berbeda di kelas yang menggunakan sebagian belajar untuk kerja kelompok. Kelompok-kelompok sengaja dibuat, tujuan yang diterapkan bagi setiap kelompok hanya dapat dicapai melalui interaksi saling membantu antar anggota. Setiap murid memberi sumbangan pokok dalam proses kelompok seperti halnya jigsaw puzzle (teka-teki yang hanya dapat dijawab dengan mengumpulkan isian dari berbagai pihak).Guru menjelaskan tentang strutur kelompok, menunjukkan bahwa setiap individu akan dievaluasi dan memperoleh imbalan berdasarkan proses dan hasil kerja kelompok.
                                                                                                                                    6
Proses pembelajaran seperti ini dikenal dengan istilah pembelajaraan kooperatif. Dalam modal ini, guru menugasi murid belajar dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan satu tugas yang sama (mungkin menjawab pertanyaan, menyelesaikan proyek, laporan, atau sebuah tulisan kreatif), kemudian memberikan imbalan kepada seluruh kelompok berdasarkan kepada kualitas dan kualitas hasilnya menurut seperangkat kriteria yang telah ditetapkan (Qakes,1985 dalam Sunardi, 1996).
Dalam hal ini, guru perlu menciptakan lingkungan sosial yang mendorong kerjasama dan sedapat mungkin meminimalkan dampak negatif keluar biasaan (stigma). Guru yang terampil akan mengatur kelasny secara variatif pada waktu yang berbeda-beda untuk tujuan yang berbeda-beda dan salh satu tujuan adalah meningkatkan interaksi positif antara murid luar biasa dengan murid normal. Berbagai materi mengajar dapat dikembangkan oleh guru untuk mengajar anak tidak berkebutuhan khusus tentang hambatan dan bagimana anak yang memiliki hambatan harus diperlakukan. Materi ini meliputi buku-buku bacaan bagi anak tentang penyandang hambatan. Dalam hal ini, guru perlu memiliki pengetahuan tentang pengenalan anak yang memiliki hambatan di kelas biasa. 
2.      Individu
Anak-anak tertentu yang menunjukan masalah perilku dan sosialisasi mungkin memerlukan bantuan khusus di luar lingkungan yang digambarkan di atas.
                                                                                                                                    7
 Oleh karena itu, kecuali hal-hal yang dilakukan olen guru kelas untuk menciptakan lingkungan sosial yang baik, guru pendidikan khusus bersama dengan psikolog perlu menangani anak-anak tersebut secara insentif untuk memperbaiki perilakunya.
Menurut Quay (1972) dalam Sunardi mengindetifikasi beberapa jenis perilaku menyimpang yang sering di tunjukkan oleh anak.
a.       Hambatan pengendalian diri/ agresif.
Hambatan pengendalian diri (conduct disorder) ditandai dengan munculnya pola prilaku agresif, baik verbal maupun fisik, yang berkaitan dengan ketidakmampuan menjalin hubungan interpersonal dengan teman sebaya dan orang lain. Perilaku yang tampak meliputi gabungan antara ketidakpatuhan, sering mengganggu, merusak, berkelahi, menyimpang dari aturan, mudah marah, kurang pertimbangan, tidak percaya kepada orang lain dan tidak mengenal aturan.
b.      Hambatan kepribadian atau menyendiri
Hambatan  kepribadian meliputi beberapa perasaan seperti tertekan, takut, cemas, mengeluh, dan tidak bahagia. Anak-anak yang menunjukkan prilaku tersebut sering dimasukkan dalam kategori neurotic atau phobia. Prilaku lain misalnya pemalu, hyperaktif, menyendiri.

                                                                                                                                    8
c.       Tidak matang atau ketidakdewasaan
Kelompok ini mungkin paling sulit dibedakan yang ditandai dengan kebiasaan yang secara signifikan jauh dibawah teman-teman sebayanya. Perbedaan ini terlihat jika dibandingkan dengan harapan orang tua, sekolah, atau lingkungannya. Beberapa perilaku yang dapat diamati antara lain cenderung memilih teman bermain yang lebih muda, pasif, kemampuan memecahkan masalah sangat rendah, gangguan perhatian, atau sikap kaku yang sering dikaitkan dengan retardasi mental.
d.      Kenakalan secara berkelompok
Jenis penyimpangan merupakan perilaku yang sebenarnya tidak menyebabkan tekanan terhadap seseorang atau tidak termasuk ketidakmampuan menyesuaikan diri apabila dipertimbangkan lingkungan sosial tempat perilaku itu muncul. Misalnya, dimasyarakat yang menganggap bahwa kegiatan gang merupakan cara menunjukkan cara kedewasaan, remaja anggota gang dianggap sebagai orang baik oleh kelompoknya, secara bersama-sama merencanakan perampokan, pencurian ataw bolos dari rumah atau sekolah. Namun demikian, perilaku ini dianggap jauh lebih menyimpang dari norma yang berlaku di masyarakat umum.
Untuk menangani anak yang berperilaku seperti diatas, ada berbagai model yang dapat diterapkan yang diangkat dari pendapat Quay adalah pendekatan belajar terstruktur yang dikembangkan oleh Goldestein, spratki Gershaw dan Klein (1980). Pendekatan ini berdasarkan pada asumsi bahwa mengetahui jenis keterampilan yang

                                                                                                                                    9
tidak dimiliki oleh para remaja yang termasuk berperilaku menyimpang akan sangat bermanfaat.
 Anak agersif, mislnya mungkin tidak memiliki keterampilan sosial seperti pengendalian diri, negoisasi, memita ijin, menghindari pertengkaran dengan yang lain, memahami perasaan orang lain, dan menghadapi kemaran orang lain. Anak pemalu atau menyendiri mungkin tidak menguasai kemampuan mengadakan pembicaraan, bergabung dengan orang lain, mengatasi rasa takut, mengambil keputusan, mengatasi situasi apabila ditinggal, menghadapi bujukan, atau mengatasi konflik.

C.                   Pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas secara tidak baik oleh guru yang memberi petunjuk secara tidak konsisten atau tidak jelas atau tidak mampu menarik perhatian murid menyebabkan murid bingung atau tidak pasti. Jika guru tidak menyampaikan harapan secara jelas sebelum pelajaran di akhiri, atau menyisakan  materi pembelajaran secara tidak terstruktur atau menangani perilaku menyimpang secara tidak konsisten akibatnya dapat berupa penyimpangan perilaku. Jika sering muncul penyimpangan perilaku dikelas, jelas sumber masalah ini tidak hanya murid tetapi juga guru. Satu diagnosa harus diadakan baik terhadap proses pembelajaran maupun lingkungan kelas. Penanganan mungkin perlu dilakukan pada seluruh situasi di kelas. Diagnosa akan menunjukkan kelemahan pengelolaan kelas yang memerlukan perbaikan dalam
                                                                                                                                    10
persiapan mengajar dan memerlukan konsultasi maupun layanan pendidikan luar biasa.
1.                     Lingkungan
Sejauh ini, masalah pengelolan kelas belum memperoleh perhatian besar dalam penelitian pendidikan dan literatul profesional. Tetapi pada tahun 1980-an, the  reseach and development center on teacher education pada the university of texas at austin  memusatkan kegiatan pada masalah-masalah pengelolaan dikelas dan mengembangkan materi untuk di pakai oleh guru agar menjadi pengelola kelas yang baik.Salah satu strategi yang dipakai adalah mengunjungi kelas yang teratur dan produktif, dibandingkan dengan kelas-kelas yang tidak teratur yang sering merujuk anak-anak bermasalah belajar dan perilaku. Satu hasil dari strategi ini adalah tekanan bahwa pada minggu-minggu pertama sekolah, guru harus mengajarkan kepada murid-muridnya cara bersekolah dan menanamkan sistem pengelolaan kelas yang akan di pakai sepanjang tahun. Guru yang pada setiap awal  tahun ajaran terbiasa menjelaskan harapan-harapanya atas muridnya , aturan yang berlaku, dan sanksi bagi pelanggar aturan cenderung mempunyai kelas yang teratur dan berfungsi dengan baik, baik menurut pengamatan pada awal tahun maupun akhir tahun. Para peneliti menyimpulkan bahwa guru perlu mengajarkan cara bersekolah dan memantaunya sepanjang tahun. Dengan kata lain, pengelolaan kelas yang baik memerlukan atau panutan yang konsisten bagi murid yang harus disampaikan sedini mungkin dan dipantau sacara berkelanjutan.
                                                                                                                                    12
Pendekatan lain terhadap penelolaan kelas yang baik dikembangkan oleh Eerg dari hasil pengamatan kounin (1970) dalam sunardi (1996) yang kemudian disusun menjadi paket-paket pelatihan bagi guru. Penggunaan ini bertujuan mengurangi munculnya hambatan di kelas. Misalnya, kounin mengamati bahwa kekacawan sering terjadiapabila guru tidak mampu menarik perhatian seluruh kelas, padahal pemusatan perhatian sangat penting untuk dipelajari pokok bahasan yang disajikan, berdasarkan hasil pengamatan ini, Borg mengembangkan konsep untuk mengatasi masalah tersebut. Misalanya, jika guru ingin menarik perhatian semua murid pada jam pelajaran membaca, guru perlu menyajikan pertanyaan lebih dulu, baru menunjukan seorang murid untuk menjawabnya. Demikian juga, pada latihan membaca bersuara, giliran membaca harus dibuat tidak urut. Dengan demikian, semua murid akan siap, karena pada prinsipnya murid  hanya siap jika mengharapkan akan mendapat giliran.
 
2.                     Individual
Tidak jarang, dikelas-kelas yang dikelola dengan baik, ada anak tertentu yang menunjukan perilaku sangat tidak baik, karena mereka kurang dikibatkan atau tidak memahami situasi lingkungannya. Dalam kasus seperti ini, perlu adakan dianogsa secara teliti, deno dan mirkin (1977) dalm sunardi (1996) mengembangkan satu prosedur pengukuran sederhana yang dapat dipakai secara bersama-sama oleh guru kelas dan guru pendidikan khusus. Pada waktu pelajaran berlangsung dengan pengawasan guru kelas, guru pendidikan khusus mengadakan pengamatan selama 30
                                                                                                                                    13
detik, merekam apakah anak memusatkan perhatian seperti yang diminta guru, tidak memperhatikan, atau menggangu orang lain. Kemudian, guru pendidikan khusus mengamati seorang anak lain yang dipilih secara acak, dengan menggunakan prosedur dan waktu yang sama, hal ini diikuti dengan pengamatan kedua atas anak memiliki hambatan dan anak yang tidak memiliki hambatan lainnya. Setelah diaakan pengamatan sebanyak 6 sampai 10 kali, dapat ditarik kesimpulan, misalnya sebagai berikut:
a)      Tingkatan munculnya perilaku tidak memperhatikan selama jam pelajaran dua kali lebih banyak dari yang terjadi pada teman sebayanya.
b)      Tingkat munculnya perilaku menggaggu teman empat kali lebih banyak dari yang terjadi pada teman sebayanya.
Dengan data tadi sebagai titik awal, guru dapat bekerja sama mengembangkan program untuk menangani masalah anak dan menggunakan teknik pengukuran untuk memantau kemajuan. Program ini dapat meliputi perubahan pada tugas yang diberikan pada anak pada pemantauan pekerjaan pada tempat duduk penggunaan sisten contingenci management (pemberian umpan balik atau hadiah atau hukuman lamhsung setelah anak menunjukan perilaku tertentu), lebih banyak waktu untuk bimbingan di kelompok-kelompok kecil, lebih banyak bimbingan indifidual oleh guru pendidikan khusus atau konsultasi dengan orang tua. Progran ini mungkin menuntut

                                                                                                                              14
 peninjaun kembali kegiatan proses belajar mengajar di kelas dan pengajaran kembali keteranpilan-keteranpilan pengendalian diri dan adaptasi di kelas.
Satu prinsip penting dalam menangani masalah perilaku anak adalah prinsip premack, yaitu suatu prosedur modifikasi tingkahlaku dengan menggunakan kegiatan belajar itu sendiri sebagai dorongan positif, pada tugas belajar yang tidak begitu berat, konsekuensi langsung yang diharapakan adalah kegiatan belajar yang baik. Misalnya jika seorang anak yang senang musik diijinkan melakukan kegiatan musik, begitu menunjukkan hasil yang baik dalm pelajaran matematika yang sebenarnya kurang di sukai oleh anak, hasilnya adalah prestasi belajar matematika yang baik. Prinsip ini dapat di terapkan prosedur dilingkungan sekolah, bagi berbagai tingkat dan kemampuan murid.
Di dalam menangani masalah perilaku anak, guru kelas mungkin bermaksud melibatkan guru PLB atau psikolog, sebagai konsultan penerapan prinsip modifikasi tingkahlaku atau contingency management. Konsultan dapat mengadakan pengamatan dikelas untuk memastikan jenis perilaku yang akan di ubah, menerapkan situasi yang mendorong munculnya perilaku dan merencanakan sistem untuk mengubahnya. Sebagian besar kegagalan penggunaan kontigensi management disebabkan oleh perlakuan yang tidak konsisten atau tidak adanya pencatatan data perkembangan secara kontiniu. Penggunaan konsultan dianjurkan untuk membantu menyusun sistem dalam penanganan perilaku yang akan di kurangi atau di tingkatkan.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari berbagai pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahawa profil pembelajaran mainstreaming itu terdiri dari pengaturan lingkungan fisik, integrasi sosial anak berkebutuhan khusus dan cara pengelolaan kelasnya. Sekolah salah satu persyaratan penting dalam pelayanan pendidikan adalah bahwa sekolah dan kelas harus dapat dicapai oleh semua anak, termasuk anak luar biasa.
Satu akibat yang pasti dari mainstreaming adalah meningkatnya keragaman karakteristik murid di sekolah dan kelas. Anak berbakat dan anak berkebutuhan khusus dalam kelas-kelas yang hiterogen. Masalah perilaku atau prestasi belajar di sekolah tidak seluruhnya disebabkan oleh karakterlistik murid.
B.     SARAN
        Dibuatnya makalah ini sekiranya pembaca dapat memahami materi profil pembelajaran dalam maintreaming khususnya pengaturan lingkungan fisik sekolah, integrasi sosial anak berkebutuhan khusus dan cara pengelolaan kelasnya.



15
DAFTAR PUSTAKA
Ganda Sumaker, 2012. Ortopedagogik Hand Out .Padang:UNP Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kel 5 afgan SISTEM SARAF TEPI

ANATOMI, FISIOLOGI, NEUROLOGI, DAN GENETIKA SISTEM SARAF TEPI DISUSUN OL...